ASTARANEWS.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Independen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Regina Lestari Buwono (RLB), kemarin, Kamis (19/6/2025).
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit oleh sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada perusahaan tekstil tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa “(Penyidik memeriksa) RLB selaku Direktur Independen PT Sritex.” Selain Regina, penyidik juga memeriksa beberapa petinggi dari anak perusahaan Sritex, yaitu APS selaku Direktur PT Yogyakarta Textile dan JCH selaku Direktur PT Sari Warna Asli Textile Industry.
Tidak hanya itu, penyidik turut memeriksa tiga saksi lain dari pihak bank yang memberikan pinjaman kepada Sritex. Mereka adalah GSA selaku Kredit Analis Komersial Bank Jateng, PBS selaku Direktur Bisnis Komersial Bank Jateng, serta BW selaku RM Divisi Pembiayaan LPEI tahun 2017.
Harli melanjutkan bahwa penyidik memeriksa keenam saksi tersebut terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha atas nama tersangka Iwan Setiawan Lukminto, dkk.
Tiga Tersangka Ditetapkan, Kerugian Negara Capai Rp 692 Miliar
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit ini. Ketiga tersangka itu adalah DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL) selaku Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022.
Angka pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp692 miliar, dan pemerintah telah menetapkan jumlah ini sebagai kerugian keuangan negara karena pembayaran kredit yang macet. Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran sebab perusahaan sudah menyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.
Berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp3,58 triliun. Angka fantastis ini mereka dapatkan dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih terus penyidik telusuri. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp395.663.215.800. Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari dua bank BUMN dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp2,5 triliun. Status kedua bank BUMN itu masih sebatas saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI karena penyidik sudah menemukan tindakan melawan hukumnya.
Atas tindakan yang dilakukan, para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.